Indonesia, Pesantren dalam Benturan Pendidikan Multikulturalisme serta Tantangan di Sebagian Wilayah Indonesia
Pesantren, sebagai lembaga pendidikan Islam tradisional, telah menjadi bagian integral dari sejarah Indonesia. Sejak zaman kolonial, pesantren telah menjadi pusat pengajaran Islam yang menjaga kelestarian agama dan budaya Islam. Namun, seiring dengan perkembangan zaman, pesantren juga mengalami berbagai tantangan, terutama dalam menghadapi benturan pendidikan multikulturalisme di Indonesia.
Pasca Reformasi Pendidikan Multikultarisme di Mulai
Sejak reformasi pada tahun 1998, Indonesia mulai mengembangkan pendidikan multikulturalisme, yang bertujuan untuk memperkuat persatuan dan kesatuan bangsa serta menghargai perbedaan budaya, agama, dan kepercayaan. Namun, dalam praktiknya, pendidikan multikulturalisme mengalami banyak kendala, terutama di daerah-daerah yang masih terisolasi dan konservatif.
Pesantren, sebagai lembaga pendidikan Islam tradisional, seringkali menjadi sasaran kritik dalam konteks pendidikan multikulturalisme. Banyak yang menganggap bahwa pesantren hanya mengajarkan agama Islam dan tidak menghargai perbedaan budaya dan agama lainnya. Namun, pandangan ini sebenarnya tidak sepenuhnya benar.
Pesantren, sebagai lembaga pendidikan Islam, sebenarnya juga memiliki banyak nilai multikulturalisme. Dalam pesantren, para santri diajarkan untuk menghargai perbedaan dan saling menghormati. Santri juga diajarkan untuk memahami dan menghargai agama dan budaya lain. Hal ini terbukti dengan adanya santri dari berbagai latar belakang budaya dan agama yang bersekolah di pesantren.
Tantangan dalam Pengembangan Pendidikan Multikulturalisme di Pesantren
Namun, tantangan dalam mengembangkan pendidikan multikulturalisme di pesantren tetap ada. Terutama di daerah-daerah yang masih terisolasi dan konservatif, di mana nilai-nilai multikulturalisme seringkali dianggap sebagai ancaman terhadap kelestarian agama dan budaya lokal. Hal ini terlihat dari beberapa peristiwa yang terjadi di sejumlah pesantren di Indonesia.
Salah satu peristiwa yang memicu perlunya pendidikan multikulturalisme di pesantren adalah peristiwa penolakan penerimaan santri asal Papua di Pesantren Al-Hidayah, di Jawa Timur pada tahun 2016. Kejadian ini menunjukkan masih adanya stereotip negatif terhadap orang Papua di kalangan masyarakat Indonesia, termasuk di kalangan pesantren.
Menanggapi peristiwa ini, K.H. Marzuki Mustamar, Wakil Ketua Umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU), menekankan pentingnya pendidikan multikulturalisme di pesantren. Menurutnya, pesantren harus memperkuat nilai-nilai multikulturalisme dalam pendidikannya, sehingga para santri tidak hanya memahami agama Islam, tetapi juga memahami dan menghargai perbedaan budaya dan agama lain.
Selain itu, di beberapa pesantren di Indonesia juga terdapat konflik antara kelompok yang berbeda Konflik antara kelompok yang berbeda dalam pesantren juga merupakan tantangan dalam mengembangkan pendidikan multikulturalisme. Beberapa pesantren di Indonesia terkadang dibagi menjadi kelompok-kelompok yang berbeda berdasarkan asal daerah, etnis, atau mazhab yang dianut. Hal ini dapat menimbulkan perselisihan antar kelompok dan menghambat pengembangan nilai-nilai multikulturalisme.
Namun, upaya untuk mengembangkan pendidikan multikulturalisme di pesantren juga telah dilakukan oleh beberapa pihak. Misalnya, pada tahun 2018, Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta bekerjasama dengan Pondok Pesantren Daar el-Qolam, Bogor, dan Pondok Pesantren Al-Kahfi, Depok, mengadakan Program Pembinaan Guru dan Santri Berbasis Multikulturalisme. Program ini bertujuan untuk membekali para guru dan santri dengan pemahaman dan keterampilan dalam mengembangkan pendidikan multikulturalisme di pesantren.
Selain itu, pada tahun 2020, diresmikanlah Pondok Pesantren Multikultural yang pertama di Indonesia, yaitu Pondok Pesantren Multikultural Indonesia (PPMI) di Kabupaten Sleman, Yogyakarta. PPMI didirikan untuk menjadi pusat pengajaran Islam yang mengedepankan nilai-nilai multikulturalisme dan memperkuat persatuan dan kesatuan bangsa.
Dalam konteks menghadapi tantangan pendidikan multikulturalisme di pesantren, sangat penting bagi semua pihak untuk memahami dan menghargai perbedaan, baik itu perbedaan agama, budaya, atau latar belakang. Pemerintah juga harus memberikan dukungan dan bantuan kepada pesantren dalam mengembangkan pendidikan multikulturalisme.
saya melihat bahwa perjuangan untuk mengembangkan pendidikan multikulturalisme di pesantren adalah bagian dari perjuangan bangsa Indonesia dalam memperkuat persatuan dan kesatuan bangsa. Seperti yang dikatakan oleh Bung Karno, "Bhinneka Tunggal Ika", perbedaan adalah sebuah keniscayaan yang harus dihargai dan disatukan untuk mencapai tujuan yang sama.
Dalam konteks ini, saya ingin mengutip kutipan dari koran "Kompas" pada tahun 2021, yang menyatakan bahwa "Pendekatan multikulturalisme dalam pendidikan harus menjadi bagian dari solusi bagi keragaman dan konflik di Indonesia. Pesantren harus menjadi bagian dari solusi tersebut, bukan bagian dari masalah."
Dalam kesimpulan, pendidikan multikulturalisme adalah tantangan yang perlu dihadapi dalam pengembangan pesantren di Indonesia. Namun, dengan kerja sama dan upaya bersama dari semua pihak, nilai-nilai multikulturalisme dapat dikembangkan dan memperkuat persatuan dan kesatuan bangsa.
Posting Komentar untuk "Indonesia, Pesantren dalam Benturan Pendidikan Multikulturalisme serta Tantangan di Sebagian Wilayah Indonesia"