Bayang Suci dan Darah yang Menetes: Di Mana Kesakralan Menemukan Tubuhnya
![]() |
Bayang Suci dan Darah yang Menets Gambar : gorbysaputra.com |
Ketika kesucian dijaga lewat darah dan silsilah.
Setelah suara para utusan membisu, dan wahyu berhenti menuruni bukit, manusia mulai mencari cara baru untuk mengingat yang tak kasatmata.
- Dari kehilangan itu, lahirlah garis keturunan suci —sebuah upaya memberi tubuh pada cahaya, nama pada keabadian, dan silsilah pada kesunyian.
“Manusia menciptakan Tuhan menurut citranya sendiri.”— Ludwig Feuerbach
Darah menjadi bahasa kedua dari iman.
Ia mengalir di antara keluarga yang dikuduskan, menjadi tanda bahwa suci kini bisa diwariskan seperti tanah, diserahkan seperti pusaka, dijaga seperti rahasia.
- Namun, dalam aliran itu, ada ironi yang lembut — bahwa manusia ingin mengabadikan yang tak bisa dijinakkan.
“Kekuasaan tidak pernah hanya menguasai tubuh, ia juga mengatur jiwa.”— Michel Foucault,
Kesucian tak butuh tubuh, tapi manusia membangunkannya tubuh agar tak kehilangan arah.
- Mereka menenun garis keturunan seperti doa yang tak selesai, karena mereka takut — bukan pada gelap, tapi pada lenyapnya terang yang pernah menuntun langkah mereka.
“Di mana sejarah menjadi ingatan, di situ manusia menolak kefanaan.”— Yuval Noah Harari
![]() |
Di Mana Kesakralan menemukan Tubuhnya Gambar : gorbysaputra.com |
Dan ketika darah menjadi jalan menuju surga,
kesucian pun mulai berbau dunia:
- ada legitimasi, ada hierarki, ada kuasa yang disembunyikan dalam nama leluhur.
Namun di sela-sela itu, masih tersisa tetes makna yang menetes pelan —bahwa suci sejatinya bukan pada darah yang diwariskan, melainkan pada kesadaran yang diteruskan.
“Tradisi adalah hasil dari penemuan yang kita anggap suci karena kita takut kehilangan arah tanpa akar.”— Clifford Geertz
Kesucian bukan tentang siapa yang lahir dari siapa, melainkan tentang siapa yang sanggup menyalakan makna dari bara yang nyaris padam.
- Ia menitis, bukan melalui nadi, melainkan melalui ingatan dan penyerahan diri.
- Darah bisa menetes, tubuh bisa musnah, tapi makna — ia selalu menemukan rumahnya sendiri.
“Kesucian adalah ketegangan antara fana dan abadi, antara tubuh dan kata.”— Rabindranath Tagore
![]() |
Ketika Kesucian dijaga lewat darah dan silsiah Gambar : gorbysaputra.com |
Karena yang disebut keturunan suci, barangkali bukan mereka yang menjaga silsilah, melainkan mereka yang masih sanggup mendengar gema dari suara yang tak lagi bersuara — dan menjaganya agar tetap hidup, meski tanpa tubuh, tanpa nama, tanpa darah.
“Yang suci tidak pernah mati, ia hanya berpindah bentuk.”— Rumi
Dalam bayangan suci, darah hanyalah tanda — bukan makna.
- Ia simbol yang menegaskan bahwa manusia butuh sesuatu yang konkret untuk memeluk yang abstrak.
Seperti kata Roland Barthes,
- “Tanda adalah apa yang membuat hal-hal tampak alami padahal ia hasil konstruksi.”
Maka kesucian, dalam darah atau nama, bukanlah milik mereka yang dilahirkan dari rahim tertentu, melainkan mereka yang sanggup melahirkan kembali makna di setiap zaman.
Posting Komentar untuk "Bayang Suci dan Darah yang Menetes: Di Mana Kesakralan Menemukan Tubuhnya"