Persekutuan Bisnis (Pengusaha) Dengan Partai Politik
Politik dan ekonomi saling berhubungan. Seperti halnya interaksi personal, aktivitas politik harus mampu mendukung aktivitas bisnis di suatu negara. Hal yang sama juga terjadi pada perusahaan yang dapat mendukung kegiatan politik yang menjaga kedaulatan negara. Tidak heran para pebisnis diseluruh dunia sangat dekat dengan politik. Anda bisa merasakan keterlibatan mereka dalam pemilihan walikota dan anggota parlemen lokal di tingkat nasional dan lokal.
Mereka mengakui bahwa elit politik ini memainkan peran penting dalam membentuk kebijakan yang kemudian menentukan iklim ekonomi daerah. Relasi pengusaha dengan dunia politik bukanlah hal baru dan ini pertama kali di Indonesia. Sejak Orde Lama sampai sekarang.
Hubungan antara bisnis dan politik menembus pedesaan serta
pusat kota Perdebatan tentang apakah hubungan erat antara pengusaha dan
penguasa, politik dan bisnis, merupakan interaksi yang wajar, atau justru
merusak fondasi demokrasi yang sedang dibangun di Indonesia. Bahkan di banyak
negara Eropa dan Amerika, hubungan antara penguasa (politisi) dan pemilik modal
(pengusaha) sangat umum terjadi.
Hubungan ini biasanya
terkait dengan masalah keuangan atau pendanaan salah satu kandidat selama
kampanye . Namun, masalah muncul tak lama setelah kampanye. Bagi investor dan
pengusaha yang telah mendanai kampanye dalam bentuk proyek yang berkaitan
dengan kebebasan berusaha dan instrumen permodalannya (perusahaan) untuk
pemimpin daerah terpilih, Ada jebakan hadiah. Ini adalah simbiosis mutualistik
yang menjadi perhatian dan perdebatan besar. Ketika banyak elit partai politik
terjerumus dalam skandal korupsi, negeri ini dikejutkan dengan munculnya
segelintir pengusaha nasional sukses yang memutuskan terjun ke dunia politik.
Era ini sebenarnya dimulai tahun yang lalu, yaitu saya.
Sebelum Jokowi memutuskan terjun ke dunia politik, dia adalah seorang
pengusaha. Banyak tokoh terkenal yang terjun ke dunia politik, seperti Harry
Tanoesoedibujo, Abrisal Baculye, dan Yusuf Kalla. Pengakuan ini tentu dilihat
sebagai angin segar, menawarkan pilihan yang lebih luas dan lebih banyak
kesempatan untuk memutar roda kemajuan negara.
Kesiapan secara materi cenderung menciptakan pengusaha yg
terjun ke global politik selalu menerima sambutan hangat, Kalkulasi ekonomi yg
dimiliki para pengusaha tadi dibutuhkan bisa menelurkan kebijakan yg lebih
realistis, terukur menggunakan menerapkan standart pelayanan birokrasi yg lebih
baik sinkron menggunakan mindset usaha yg mengutaman kecepatan, ketepatan &
pelayanan yg baik. Harapan agar tidak berlaku koruptif pula sebagai asa akbar
publik terhadap para pengusaha yg menetapkan buat terjun ke politik, lantaran
kegagalan politikus tulen pada tubuh partai dipercaya sebagai penyebab
kegagalan kemajuan bangsa waktu ini.
Sajian politik yg dibawa sang pengusaha-pengusaha ini pula
dibutuhkan bisa melahirkan gambaran politik kompetitif yg betul-betul berangkat
berdasarkan kualitas & kinerja pemangku kepentingan kedepan buat melayani
publik. Sebenarnya terdapat asa akbar buat para pengusaha-pengusaha yg mempunyai
pencerahan politik yg sehat, sekalipun sudah tentu banyak pihak yg pesimis
kehadiran pengusaha tadi bisa membawa angin perubahan. Tetapi bagaimanapun, hak
setiap rakyat negara buat berpolitik membuka ruang seluas-luasnya bagi para
pengusaha buat menggeluti politik & menelurkan sesuatu yg lebih.
Motif Politik Para Pengusaha
Perihal ini memang sangat banyak yang dapat menjadi faktor mempengaruhi
perubahan pengusaha menjadi politisi ini mungkin juga
berbeda dalam motif mereka sendiri Dorongan dari keluarga, lingkungan, orang terdekat,
pihak dan dari samping Goals Tentu saja, setiap individu memiliki tujuan yang berbeda,
kewirausahaan dan sebaliknya Politik itu sendiri tidak bisa dipisahkan, sudah banyak
di Indonesia sendiri Pengusaha yang dalam hal ini tentunya terjun ke dunia politik
Pengusaha ini memiliki tujuan khusus jika mereka mau Inspektur bangunan. Tidak hanya
di pesta besar, tapi juga di pesta kecil dihuni terutama oleh pengusaha, fenomena
tersebut telah berulang Pada masa Orde Baru, hubungan pedagang dengan pemerintah
sangat erat sekali, serta saling ketergantungan.
Selain itu juga bisa berbeda dengan motif anda sendiri Dorongan dari keluarga,
lingkungan, orang dekat, pihak dan pihak lain Tujuan Tentunya setiap individu memiliki
tujuan yang berbeda, berwirausaha dan sebaliknya politik itu sendiri tidak bisa
dipisahkan, di Indonesia sendiri sudah banyak pengusaha yang Tentu saja mereka terjun
ke politik di sini, dengan pengusaha ini masuk akal jika mereka mau inspektur bangunan
Fenomena ini berulang tidak hanya di partai besar, tetapi juga di partai kecil,
kebanyakan dengan pengusaha.Pada masa Orde Baru, hubungan antara pengusaha dan pemerintah
sangat erat dan saling bergantung.
Sudah lama diketahui bahwa hubungan antara bisnis dan politik hubungan timbal balik, kerjasama antara pengusaha dan penguasa Negara ini telah mengembangkan kebijakan yang dipromosikan oleh salah satu dari mereka pertumbuhan perdagangan pribumi sebagaimana dinyatakan dalam “Ali Baba atau Baba Ali 1950. Yahya Muhaimin memanggilnya klien Pedagang tempat pengusaha bekerja dengan dukungan dan Perlindungan jaringan listrik pemerintah.
Nama-nama yang terpampang di papan tersebut adalah beberapa tokoh
ekonomi yang sering kita lihat dalam pemilihan presiden. Fakta ini memperkuat argumen
bahwa dunia politik kita sangat dekat dengan pengusaha. Padahal, pemilihan presiden
(Pilpres) 2014 dimenangkan pengusaha Joko Widodo dan Jusuf Kalla. Sebelum terjun
ke dunia politik, Jokowi adalah seorang kontraktor mebel/furnitur asal Kota Solo.
Sementara itu, Jusuf Kalla adalah pengusaha sukses asal Sulawesi yang memiliki jaringan
bisnis luas di berbagai wilayah Indonesia. Selain itu, banyak juga ditemukan pengusaha
di parlemen. Berita Uang (3 Oktober 2015) 44,6 persen anggota DVR RI memiliki latar
belakang bisnis. Fenomena pengusaha yang memasuki arena politik secara masal, baik
sebagai pesaing maupun hanya sebagai partai, untuk mendapatkan dukungan politik
telah mendapatkan tanggapan masyarakat yang luas. Jawaban tersebut mencakup pertanyaan
bagaimana kontroversi muncul dari aktivitas kebijakan itu sendiri, kelompok komersial
dengan peran ganda sebagai pengambil keputusan atau politisi. Penyalahgunaan posisi
politik ini telah dipertanyakan karena langsung lebih banyak merugikan daripada
menguntungkan. Ia menganggap pengusaha selalu memposisikan dirinya sebagai pencari
keuntungan, sedangkan posisi PNS adalah untuk kepentingan bangsa.
Hal berikutnya yang menjadi inti permasalahan adalah bahwa pengusaha seharusnya menjadi hewan ekonomi. Operasinya adalah akumulasi modal, yang tujuan utamanya adalah menghasilkan laba. Lantas apa yang terjadi ketika pengusaha menjadi pengambil keputusan, perkembangan ini juga didorong oleh penerapan Undang-Undang Otonomi Daerah No. 22 Tahun 1999 yang menawarkan ruang yang luas untuk hubungan timbal balik antara kepentingan pengusaha dan penguasa daerah. Dalam dunia politik, sosok entrepreneur sangat erat kaitannya dengan dunia Politik karena kekuatan untuk meraih kemenangan.
Ketatnya Persaingan Mendapatkan Kursi Kekuasaan Harus Butuh Modal (isi
tas) maka dekatkan diri dengan pengusaha ’Bohir’.
Kita tentu sebetulnya tau bahkan sudah bukan tabu lagi jika seseorang ingin mendapatkan kursi kekuasaan memang betul-betul perlu modal yang tidak sedikit,karena memang persaingan mendapatkan kursi kekuasaan di satu partai yang terbatas jumlahnya sekali lagi harus mengeluarkan kocek yang tidak sedikit sehingga akan terbentur oleh sosok-sosok yang punya modal besar alias pengusaha. Maka akan semakin tampak jika sosok pengusaha maju ke politik dengan rasa percaya diri,optimis agar mendapatkan perolehan suara.
Karena memang kondisi system politik Indonesia sudah menganut dan mengakibatkan
biaya politik yang mahal. Dan itu harus melewati mekanisme kontestasi yang
pasang surut dari elektabilitas sampai memenangkan bahwasanya jika tak mapan
segi financial plus modal sosial hampir mustahil ada partai yang mau melamar
atau memberikan tiket hingga kemungkinanya sangat kecil untuk bisa menjadi
seorang anggota dewan.
Sebetulnya kita juga harus kembali refleksi dengan sejarah bagaimana
pengusaha bisa punya gairah untuk berkuasa hubungan antara pengusaha dengan
dunia politik sudah terjalin lama di Indonesia. Pada konteks sejarah memang
menunjukan bahwasanya relasi antara pengusaha dan politisi di Indonesia sangat
terjalin lama. Masih ingat di masa orde baru para pengusaha memiliki kedekatan
khusus dengan pemerintah khususnya dengan presiden. Jika mau kroscek dalam
litearture disebutkan bahwa pada masa itu Soeharto telah berhasil membangun
kerajaan politik sekaligus kerajaan bisnisnya.
Ada beberapa analis politik menyebut Soeharto membentuk
sebuah oligarki politik,yaitu politik mempertahankan kekayaan atau
kesejahteraan. Coba kembali
ingatlah bagaimana Soeharto membentuk oligarki politik yang terdiri dari militer, pengusaha
Tionghoa, beberapa pengusaha pribumi dan kerajaan bisnis yang
dibangun oleh anak-anaknya. Diantaranya Bob Hasan (kontraktor triplek), Liem Sioe
Liong (pemilik Salim Group), keluarga Ryadi (pemilik Lippo Group), Siti Hardianti
Rukmana (putra Soeharto, pemilik Citra Lamtoro Gung) Bambang Tri Hatmojo (putra Soeharto ). , Pemilik perusahaan Bimantara, Tomy
Suharto (pemilik Humpuss) Pada masa orde baru, peran pengusaha hanya menjadi support
system, asalkan pengusaha tersebut memiliki koneksi ekonomi dan politik yang lebih
luas.
Pasca Orde Baru, sistem politik Indonesia berubah ketika UU No.
2 tentang Partai Politik disahkan pada tahun 1999. Indonesia memulai babak baru
dengan diperkenalkannya sistem multi partai. Sistem ini melahirkan partai-partai
baru. Jika pada pemilu Orde Baru hanya ada dua partai dan satu fraksi, maka hanya
ada tiga partai, yakni Partai Demokrasi Indonesia (PDI), Golongan Karya (Golkar),
dan Partai Persatuan Pembangunan (PPP). Pada pemilu 1999, 48 partai bersaing dalam
perebutan kekuasaan. Sistem multipartai ini juga mensyaratkan masing-masing partai
untuk mandiri. Kekuatan keuangan partai diterjemahkan menjadi kekuatan partai untuk
bersaing di parlemen, yang pada gilirannya mempengaruhi "negosiasi" untuk
penempatan partai di parlemen. Pengusaha mendapatkan
kesempatan untuk mendapatkan kekuatan finansial.
Sistem multipartai menawarkan peluang besar bagi pengusaha untuk terlibat
langsung dalam politik praktis. Pengusaha bebas masuk 48 partai politik di Indonesia,
sehingga tidak fokus ke Golkar seperti di era Orde Baru. Gerbang demokrasi terbuka
untuk semua
Partisipasi dalam kontes politik yang diselenggarakan oleh negara, termasuk pengusaha.
Pengusaha seakan bersaing untuk masuk ke dunia politik. Di masa lalu, para pedagang
lebih suka berada di belakang layar, tetapi setelah Orde Baru, para pedagang lebih
memilih untuk berkuasa. Pengusaha dulu hanya mendukung tim, berdiri di belakang
layar, sekarang mereka adalah pemain utama. Beberapa pengusaha papan atas bergabung
dengan partai politik seperti Jusuf Kalla (pemilik Kalla Group, politisi Partai
Golkar), Aburizal Bakrie (politisi Partai Golkar, pemilik Grup Bakrie), Surya Paloh
(politisi Partai Nasdem, pemilik Media Group), Hari Tanoe Sudibyo (Partai Perindo
politikus, pemilik) perwakilan MNC Group), Rusdi Kirana (politisi Partai Kebangkitan
Bangsa, pemilik Lion Air), M Nazaruddin (politisi Partai Demokrat, pemilik Permai
Group), Zulkifli Hasan (politisi Partai Amanat Nasional, pengusaha Lampung), Pramono
Anung (PDI Perjuangan), pengusaha pertambangan ) dan masih banyak lagi.
Situasi ini tidak jauh berbeda setelah tumbangnya rezim Orde Baru dan dimulainya
masa reformasi. Oligarki masih bertahan dalam politik Indonesia. Reformasi tidak
dapat mengubah tatanan politik oligarki, meskipun pemerintah berubah. Panggung politik
Indonesia masih dihiasi wajah-wajah para pengusaha. Meskipun beberapa dari mereka
memiliki latar belakang politik yang kuat, namun mereka juga memiliki jaringan bisnis
yang sangat luas. Fakta ini memperkuat klaim bahwa dunia politik Indonesia sangat
dekat dengan pengusaha. Mayoritas parlemen dan pemerintah adalah pengusaha, yang
menegaskan bahwa pengusaha memiliki peluang besar untuk terpilih dan menduduki jabatan
pemerintahan. Gerbang demokrasi yang dibuka pada masa reformasi menciptakan ketimpangan
baru antara pengusaha dan warga negara biasa dalam konteks perselisihan politik.
Beberapa orang juga telah menyelidiki motivasi pengusaha dalam persaingan politik.
Dari ini dapat simpulkan bahwa seorang kandiditan memiliki dua kriteria ketika mengikuti kontestasi
politik, yang pertama adalah. Motivasi ekonomi
menjadi salah satu factor untuk dijadikan pertimbangan ketika membuat
kebijakan harus melihat untung dan ruginya.
Motivasi politik lebih cenderung untuk mendapatkan keuntungan dari kebijakan yang dibuat.
Selain itu penelitan dari Izzatun Nikmah (2016). Hasil dari penelitian tersebut Partai PDIP memberikan
rekomendasi kepada para pengusaha yang
memiliki peluang lebih besar dari pada yang bukan pengusaha, motivasi caleg
yaitu meliputi dorongan dari partai,
motivasi personal, dorongan masyarakat serta orang-orang terdekat.
Peralihan dari pengusaha menjadi penguasa merupakan pilihan yang rasional,
karena diasumsikan bahwa dengan modal yang cukup seseorang tidak mencoba mengambil
keuntungan dari kekuasaan, tetapi dari sudut pandang negatif orang takut membocorkan
uang dalam proses pemilu. bahwa pengusaha ini mencoba mengeksploitasi kekuatan Anda.
Perlu juga disadari Adanya hubungan antara pengusaha dengan penguasa berarti dalam
prakteknya KKN menjamur dan menyebar dari pusat ke daerah. Mengingat biaya proses
gugatan, masuk akal jika para pengusaha ini menginginkan modal awal mereka kembali
jika mereka dinyatakan bersalah melakukan aktivitas ilegal.
Dan memang Stabilitas politik penting bagi para pengusaha,
karena stabilitas politik memegang peranan penting dalam keamanan usaha para pengusaha,
agar masyarakat sejahtera tidak berjalan anarkis.
Membaca Motif lain Pengusaha Masuk Ke
Lumpur Politik
Pengusaha yang terjun ke dunia politik tidak hanya menginginkan kesejahteraan
rakyat, seperti yang dikatakan dalam kampanye pemilu. Banyak faktor yang mempengaruhi
pengusaha untuk terjun langsung ke dunia politik, yang pertama adalah fakta kekuasaan
dimana mereka bisa memiliki kekuasaan. Ada hal yang sangat bisa mempengaruhi
atau saling dipengaruhi bahwasanya dengan memiliki kekuasaan akan dapat
mempengaruhi kebijakan sampai skala DPRD. Apalagi jika DPRD yang menjabat berlatar
belakang pengusaha akan sangat dimungkinkan mencoba untuk terus bisa mendapatkan
hingga mengembangkan plus mengamankan usaha yang telah mereka geluti sebelum
menjabat alias berkuasa.
Walhasil dengan memiliki kekuasaan
atau pengaruh terhadap orang lain maka dengan mudah
para pengusaha ini mendapatkan apa yang dia iniginkan,sekali
lagi atau sudah menjabat dengan background sebagai pengusaha
mereka memiliki fungsi yang dapat digunkan untuk menekan instansi
tertentu fungsi pengawasan yang biasanya digunakan oleh
anggota Dewan dari pusat
hingga daerah untuk menekan dan mencari keuntungan. Selain motivasi politik, pengusaha juga memiliki
motivasi finansial sebagai
pendorong untuk berpartisipasi
dalam persaingan politik.
Pengusaha terlibat langsung dalam politik
dari tingkat nasional
hingga daerah, karena
sejak dibukanya gerbang
demokrasi, pengusaha memiliki peluang untuk
masuk ke politik.
Mereka memiliki jiwa wirausaha, sehingga
dengan mudah mereka
menggunakan kekuasaannya sebagai anggota DPRD
untuk memperluas relasi
dan kepentingan guna
mengamankan usahanya. Karena mahalnya
biaya demokrasi, para
pengusaha ingin mengembalikan
modalnya selama proses
pemilu. Penghasilan seorang
pengusaha sebelum menjadi
anggota DPRD jauh
lebih rendah dibandingkan
saat awal menjadi
anggota DPRD.
Adanya gaji bulanan yang dipadukan dengan peluang untuk memulai usaha dengan mudah menarik banyak pengusaha yang langsung tertarik di kancah politik. Selama masa kampanye, para pengusaha ini tidak membahas masalah ini dengan satu atau lain cara. Pengusaha ini dapat dengan mudah mengidentifikasi pemilih. Dengan demikian, pengusaha dapat dengan mudah terpilih menjadi anggota DPRD.
Dari semua responden yang saya pelajari, 90% sesuai dengan dua kriteria yang dijelaskan oleh Mc. Cleland yaitu kebutuhan akan kekuasaan dan hanya 10% lebih berpeluang untuk meraih prestasi, menurut analisa saya, 90% pengusaha yang masuk ke kancah politik khususnya pada pemilihan umum. memiliki keinginan untuk mendominasi yang ada. satu. dan dengan demikian mempengaruhi bahwa pengusaha ini bisa mendapatkan keuntungan dari kebijakan saat ini. Dengan fungsi pengawasan, mereka menjalankan fungsi tersebut untuk membuat berbagai proyek penghargaan instansi terkait kepada anggota DPRD.
Kedekatan beberapa instansi
terkait juga mempengaruhi
perusahaan yang dikelola
anggota DPRD dengan
latar belakang wirausaha.
Banyak anggota DPRD
yang memiliki CV
tidak ragu untuk
mengajukan proyek ke
instansi terkait karena
akses dan kedekatannya
yang mudah. Perusahaan-perusahaan ini berkembang pesat. Nepotisme terjadi
antara anggota DPRD
dengan beberapa instansi,
sehingga kedua belah
pihak bisa mendapatkan
keuntungan dari pelaksanaan
proyek tersebut.
Sebagian besar proyek yang sedang berlangsung terkait
dengan pembangunan infrastruktur
karena pemerintah kabupaten
memiliki program pengaspalan. Selain memanfaatkan kedekatannya
dengan instansi untuk
mendapatkan beberapa proyek, anggota DPRD
juga memanfaatkan kedekatannya
dengan pemerintah untuk
mendapatkan izin usaha
baru yang sedang
digarap. Banyak pengusaha
mendirikan usaha baru
setelah terpilih menjadi
anggota DPRD.
Kedekatannya dengan negara memudahkan untuk mendapatkan izin usaha, memungkinkan
para pengusaha yang mendirikan usaha lama mereka untuk menghasilkan pendapatan tambahan
dari usaha baru mereka. Usaha yang membutuhkan
izin khusus yang mudah diperoleh anggota DPRD otomatis menguntungkan mereka karena
semakin sulit mendapatkan izin, persaingan usaha semakin berkurang.
Maka dapat disimpulkan Peran pengusaha dalam dunia politik memang sudah terjadi sejak era Orde Baru yang dimana ada perbedaan peran dari para pengusaha ketika era orde baru dengan era pasca reformasi, pada era orde baru para pengusaha hanya menjadi supporting system bagi para politisi, dengan anggapan bahwa ketika para pengusaha memiliki kedekatan dengan para politisi usaha-usaha yang dijalankan dapat berjalan dengan aman dan lancar, maka sebab itulah para pengusaha menjadi supporting system untuk para politisi. Berbeda dengan peran pengusaha pasca reformasi, dengan dibukanya gerbang demokrasi setiap orang memiliki hak untuk mengikuti kontestasi politik yang diselenggarakan oleh negara, dan sejak saat itulah banyak pengusaha yang terjun langsung ke politik praktis bukan lagi menjadi supporting system seperti pada era Orde Baru.
Kekuasaan yang dimiliki ketika menjabat sebagai anggota Dewan
dari DPR RI sampai DPRD adalah salah
satu faktor yang menjadi motivasi
pengusaha untuk terjun ke panggung politik, karena dengan memiliki kekuasaan di dalam tubuh
pemerintahan mereka dapat mempengaruhi beberapa pihak demi keuntungan usahanya, maka banyak dari pada pengusaha yang terjun dan mengikuti kontestasi politik secara seirius,
dikarenakan besarnya peluang
untuk dapat mengembangkan usaha-usaha mereka. Karena
menurut Mc. Clelland
para pengusaha
tersebut
masuk dalam kriteria need for power dimana
mereka menginginkan pengaruh dan control terhadap siapapun yang ada disekelilingnya.
Untuk dapat menjadi
anggota Dewan mau sebagai DPR RI atau
DPRD para pengusaha
tersebut menyuruh para pekerjanya untuk membantu mencari
suara untuk memenangkan pengusaha tersebut, karena pengusaha tersebut
memiliki kendali terhadap
para pekerjanya, sehingga
para pekerja yang disuruh
untuk mendulang suara sebanyak-banyakmya tidak dapat menolak karena ada sebuah relasi antara bos dan
pegawai. Maka peluang bagi para pengusaha untuk terpilih menjadi anggota Dewan sangat besar karena mereka memiliki modal ekonomi
yang melimpah dan modal social yang besar juga.
Posting Komentar untuk "Persekutuan Bisnis (Pengusaha) Dengan Partai Politik"