"Demokrasi Sosial dan Tantangan Ketimpangan Teknologi"
Demokrasi Sosial dan Tantangan Ketimpangan Teknologi gambar : gorbysaputra.com |
Masa Depan Demokrasi Sosial dan Ketimpangan Sosial di Era Digital: Realitas "Pengguna Data" dan Pemilik Teknologi.
Demokrasi sosial di era digital dihadapkan pada tantangan baru yang unik dan kompleks. Kapitalisme tidak lagi sekadar perbedaan antara kelas pekerja dan pemilik modal fisik. Kini, kapitalisme digital menghadirkan pergeseran mendasar dalam cara kekayaan dan kontrol disalurkan—data pribadi menjadi komoditas utama, dan teknologi yang semakin canggih telah membentuk ketimpangan baru antara pemilik teknologi dan pengguna data. Ketimpangan ini memunculkan pertanyaan besar mengenai masa depan demokrasi sosial di tengah realitas sosial dan ekonomi yang dibentuk oleh kepemilikan digital.
1. Teknologi dan Ketimpangan Sosial: Meningkatnya Kesenjangan antara Pemilik dan Pengguna Data.
Perkembangan teknologi telah menciptakan ketimpangan sosial yang lebih dalam di banyak negara, baik di sistem demokrasi sosial maupun demokrasi libertarian. Di era digital ini, kekayaan dan akses terhadap peluang ekonomi semakin terpusat pada mereka yang memiliki teknologi dan akses data. Misalnya, perusahaan teknologi besar seperti Google, Amazon, dan Facebook menguasai sebagian besar ekonomi digital dengan mengandalkan kapitalisasi data pribadi pengguna. Data dari The World Inequality Database, menunjukkan bahwa pendapatan perusahaan teknologi tersebut meningkat tajam, tetapi manfaat ekonomi ini jarang menyebar ke masyarakat luas.
Sebagai contoh, negara demokrasi sosial seperti Swedia dan Denmark dikenal sebagai negara dengan tingkat keadilan sosial yang tinggi. Namun, kajian dari Digital Transformation and Inequality: A Nordic Dilemma, menunjukkan bahwa bahkan di negara-negara ini, keuntungan dari ekonomi digital lebih banyak dinikmati oleh perusahaan besar, bukan oleh pekerja teknologi atau masyarakat umum. Pekerja manual dan tradisional, yang tidak memiliki keterampilan digital, kian sulit bersaing dan justru semakin jauh tertinggal. Kesenjangan pendapatan antara pekerja sektor teknologi dan non-teknologi di Swedia, misalnya, semakin membesar, meskipun negara ini memiliki regulasi ketat tentang redistribusi kekayaan.
2. Contoh Negara-Negara dengan Ketimpangan Ekonomi Akibat Teknologi
Di Amerika Serikat, yang memiliki sistem demokrasi libertarian, ketimpangan sosial dan ekonomi di sektor teknologi semakin mencolok. Menurut The Economic Policy Institute , pendapatan rata-rata pekerja teknologi di Silicon Valley 5-6 kali lipat lebih tinggi dibandingkan pekerja non-teknologi. Selain itu, pekerja di sektor manufaktur atau layanan umum semakin tergantikan oleh otomatisasi dan kecerdasan buatan (AI), yang berdampak langsung pada meningkatnya pengangguran di kelas pekerja.
Hal ini semakin diperparah oleh pemusatan kekayaan dalam ekonomi digital yang diakumulasi oleh perusahaan teknologi besar. Misalnya, di Amerika Serikat, 1% terkaya dari populasi memiliki lebih dari setengah total kekayaan negaraperpajakan yang menguntungkan bagi perusahaan teknologi besar juga membuat redistribusi kekayaan menjadi sangat sulit di negara ini.
3. Kapitalisme Digital dan Kepemilikan Ekonomi: Dari Kapitalisme Tradisional ke Kapitalisme Berbasis Data
Shoshana Zuboff dalam The Age of Surveillance Capitalism. mengungkapkan bahwa kapitalisme digital berfokus pada pengawasan dan eksploitasi data. Kapitalisme jenis ini tidak lagi bergantung pada kepemilikan fisik atau modal industri seperti pada masa Karl Marx, tetapi pada kepemilikan data digital. Dalam konteks demokrasi sosial, kapitalisme pengawasan ini menghadirkan tantangan serius: ketika perusahaan besar mengumpulkan data pribadi dan informasi pengguna, kekayaan dan kontrol ekonomi menjadi sangat tersentralisasi.
Di Tiongkok, sistem kapitalisme digital yang dikombinasikan dengan pengawasan sosial menyoroti bagaimana data bisa menjadi instrumen kontrol, baik oleh korporasi maupun pemerintah. Teknologi digital digunakan untuk mengendalikan perilaku individu melalui sistem kredit sosial, yang membatasi akses mereka terhadap layanan dan peluang ekonomi. Ini mencerminkan pola serupa dalam ekonomi kapitalis digital di mana data menjadi sumber daya yang memengaruhi akses seseorang terhadap berbagai aspek kehidupan sosial dan ekonomi.
4. Pandangan Filsuf Kontemporer tentang Ketimpangan Sosial di Era Digital
Beberapa filsuf kontemporer memberikan analisis mendalam tentang bagaimana teknologi membentuk ketimpangan sosial di dunia modern:
David Harvey dalam A Brief History of Neoliberalism. menyoroti bahwa globalisasi ekonomi dan teknologi mendorong kapitalisme terpusat, yang menciptakan ketimpangan lebih tajam di negara-negara demokrasi. Menurut Harvey, pengaruh perusahaan teknologi besar yang mendominasi pasar digital ini semakin memperkuat monopoli dan menyebabkan pekerja kehilangan kendali atas data dan hidup mereka.
Jaron Lanier, seorang ilmuwan komputer dan kritikus teknologi, dalam bukunya Who Owns the Future? menyatakan bahwa pekerja dan pengguna internet sebenarnya hanya menjadi sumber data, tanpa hak kepemilikan atas data tersebut. Para pengguna data hanya berperan sebagai objek konsumtif, sementara perusahaan teknologi terus memperoleh keuntungan besar. Hal ini juga memperparah ketimpangan sosial di era digital, di mana pengguna hanya “memberi makan” sistem tanpa menerima imbalan yang layak.
Thomas Piketty dalam Capital in the Twenty-First Century. mengingatkan bahwa tanpa reformasi kebijakan dan perpajakan yang tegas, ketimpangan akan terus meningkat seiring dengan perkembangan teknologi. Piketty menekankan bahwa redistribusi kekayaan di era digital harus mencakup regulasi perusahaan teknologi besar agar kekayaan tidak hanya terkonsentrasi pada mereka yang memiliki akses ke ekonomi digital, tetapi juga terbagi lebih merata.
5. Data dan Realitas di Negara Demokrasi Sosial dan Demokrasi Libertarian
Penelitian dari OECD Digital Economy Outlook. menyebutkan bahwa negara-negara demokrasi sosial dan libertarian mengalami peningkatan ketimpangan pendapatan yang signifikan sejak ekonomi digital berkembang pesat. Data tersebut menunjukkan bahwa meskipun demokrasi sosial mencoba menjaga keadilan sosial, ekonomi digital tetap menghasilkan ketimpangan yang tajam antara pemilik modal digital dan masyarakat umum. Di Swedia, pendapatan dari perusahaan-perusahaan digital yang berkembang pesat hampir tidak menyentuh lapisan masyarakat pekerja manual atau industri konvensional.
Demikian pula, di Amerika Serikat, kapitalisme berbasis teknologi menunjukkan bahwa sistem demokrasi libertarian sulit mengendalikan ketimpangan ekonomi karena dominasi perusahaan teknologi dalam ekonomi digital. Pew Research Center. menunjukkan bahwa ketimpangan ekonomi semakin lebar, dengan perusahaan teknologi yang semakin menguasai pasar dan memiliki pengaruh besar terhadap kondisi sosial-ekonomi, tanpa banyak regulasi yang signifikan.
6. Masa Depan Demokrasi Sosial: Tantangan dan Harapan
Melihat ketimpangan digital yang terus meningkat, masa depan demokrasi sosial perlu menghadapi tantangan besar dari kapitalisme berbasis teknologi. Kepemilikan data dan digitalisasi yang berlebihan berpotensi merusak keseimbangan sosial dan menciptakan kontrol yang menekan. Oleh karena itu, diperlukan regulasi baru yang memastikan bahwa keuntungan ekonomi digital tidak hanya terkonsentrasi pada segelintir perusahaan besar, tetapi juga dinikmati oleh masyarakat luas. Demokrasi sosial perlu menyesuaikan kebijakannya dengan cara yang dapat menjaga keadilan sosial dan ekonomi di era digital yang terus berkembang.
Demokrasi sosial di masa depan membutuhkan pemikiran kritis untuk mengatasi tantangan dari teknologi digital yang mengubah cara kerja, kepemilikan, dan kontrol ekonomi. Tanpa perubahan yang signifikan dalam regulasi dan redistribusi kekayaan, demokrasi sosial dan kesetaraan ekonomi akan semakin sulit diwujudkan di era kapitalisme digital ini.
Terima kasih telah membaca salam
gorbysaputra.com
Posting Komentar untuk ""Demokrasi Sosial dan Tantangan Ketimpangan Teknologi""